Firmansyah Salam
Rabu, 05 Oktober 2016
Minggu, 02 Oktober 2016
METODE PENELITIAN
1. Metode Historis
Metode historis merupakan salah satu
dari jenis jenis metode penelitian. Metode historis bertujuan untuk
merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan obyektif dengan
mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan mensintesiskan bukti untuk
menetapkan fakta dan mencapai konklusi yang dapat dipertahankan,
seringkali dalam hubungan hipotesis tertentu. Dengan metode historis,
seorang ilmuwan sosial peneliti historis yaitu orang yang mengajukan
pertanyaan terbuka mengenai peristiwa masa lalu dan menjawabnya dengan
fakta terpilih yang disusun dalam bentuk paradigma penjelasan.
Dengan demikian, penelitian dengan
metode historis merupakan penelitian yang kritis terhadap
keadaan-keadaan, perkembangan, serta pengalaman di masa lampau dan
menimbang secara teliti dan hati-hati terhadap validitas dari
sumber-sumber sejarah serta interprestasi dari sumber-sumber keterangan
tersebut.
2. Metode Deskriptif
Metode deskriptif merupakan salah satu
dari jenis jenis metode penelitian. Metode penelitian deskriptif
bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang
melukiskan gejala yang ada, mengindetifikasi masalah atau memeriksa
kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau
evaluasi dan menetukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi
masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan
rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
Dengan demikian metode penelitian
deskriptif ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau
karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini
bidang secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan saja
menjabarkan (analitis), akan tetapi juga memadukan. Bukan saja melakukan
klasifikasi, tetapi juga organisasi. Metode penelitian deskriptif pada
hakikatnya adalah mencari teori, bukan menguji teori. Metode ini
menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah.
3. Metode Korelasional
Metode korelasional merupakan salah
satu dari jenis jenis metode penelitian. Metode korelasional merupakan
kelanjutan metode deskriptif. Pada metode deskriptif, data dihimpun,
disusun secara sistematis, faktual dan cermat, namun tidak dijelaskan
hubungan diantara variabel, tidak melakukan uji hipotesis atau prediksi.
Pada metode korelasional, hubungan antara variabel dteliti dan
dijelaskan. Hubungan yang dicari ini disebut sebagai korelasi. Jadi,
metode korelasional mencari hubungan di antara variabel-variabel yang
diteliti.
Tujuan metode korelasi yaitu untuk
meneliti sejauh mana variabel pada satu vektor yang berkaitan dengan
variasi pada faktor lainnya. Jika pada metode ini, hanya dua variabel
yang dihubungkan, maka disebut korelasi sederhana dan jika lebih dari
dua variabel dihubungkan disebut korelasi berganda. Pada metode ini,
pencarian hubungan (korelasi) antara dua variabel menggunakan koefisiesn
korelasi atau koefisien determinasi.
4. Metode Eksperimental
Metode eksperimental merupakan salah
satu dari jenis jenis metode penelitian. Metode eksperimental merupakan
metode penelitian yang memungkinkan peneliti memanipulasi variabel dan
meneliti akibat-akibatnya. Pada metode ini variabel-variabel dikontrol
sedemikian rupa, sehingga variabel luar yang mungkin mempengaruhi dapat
dihilangkan.
Metode eksperimental bertujuan untuk
mencari hubungan sebab akibat dengan memanipulasikan satu atau lebih
variabel, pada satu atau lebih kelompok eksperimental dan membandingkan
hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi.
Manipulasi adalah mengubah secara sistematis sifat-sifat atau
nilai-nilai variabel bebas. Kontrol merupakan kunci metode
eksperimental, sebab tanpa kontrol manipulasi dan observasi akan
menghasilkan data yang meragukan.
5. Metode Kuasi Eksperimental
Metode kuasi eksperimental merupakan
salah satu dari jenis jenis metode penelitian. Metode kuasai
eksperimental hampir menyerupai metode ekperimental, hanya pada metode
ini, peneliti tidak dapat mengatur sekehendak hati variabel bebasnya.
Metode kuasi eksperimental mempunyai
dua ciri, yaitu sebagai berikut : (1) peneliti tidak mampu meletakkan
subjek secara random pada kelompok eksperimental atau kelompok kontrol.
Yang dapat dilakukan peneliti adalah mencari kelompok subjek yang
diterpa variabel bebas dan kelompok lain yang tidak mengalami variabel
bebas.
(2) Peneliti tidak dapat mengenakan variabel bebas kapan dan kepada siapa saja yang dikendakinya.
Contoh Penelitian yang berjudul IDENTIFIKASI FAKTOR
PENYEBAB
PERILAKU
TAWURAN DI KAMPUS UIN ALAUDDIN MAKASSAR Dapat anda dowload di sini
Kamis, 22 Januari 2015
Makalah Masa Kemajuan Bani Abbasiyah

PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Sejarah dan
pemikiran Islam banyak memberi manfaat dan sebagai cermin dalam kesuksesannya,
sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa
Indonesia sebagai salah satu negara yang penduduknya banyak menganut agama
Islam, tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya
manusia bangsa kita. Kualitas kehidupan dan ekonomi islam dapat meningkat jika
kita mau melihat dan mempelajari kelebihan dan kelemahan sejarah peradaban
Islam. Dengan sistem pewarisan sejarah memungkinkan kita berpikir kritis,
kreatif, dan produktif dalam meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi yang
lebih baik.Permulaan masa kepemimpinan kekhalifahan Abbassiyah, perbendaharaan
negara penuh dan berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak dari pada
pengeluaran. Yang menjadi Khalifah adalah Mansyur. Dia betul-betul telah
meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan keuangan negara.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kemunculan daulah Abbasiyah?
2.
Bagaimana sistem kekhalifahannya?
3.
Bagaimana masa keemasan daulah Abbasiyah?
4.
Bagaimana runtuhnya daulah Abbasiyah?
1.3 Tujuan
Penulisan
Makalah ini
disusun dalam rangka mengingat kembali sejarah islam yang telah berlalu,
sebagai cermin pertimbangan untuk masa mendatang.
![]() |

PEMBAHASAN
2.1 Kelahiran Daulah Abbasiyah
Dengan tumbangnya daulah Bani
Umayyah maka keberadaan Daulah Bani Abbasiyah mendapatkan tempat penerangan
dalam masa kekhalifahan Islam saat itu, dimana daulah Abbasiyah in sebelumnya
telah menyusun dan menata kekuatan yang begitu rapi dan terencana. Dan dalam
makalah ini akan diurakan sedikit mengenai berdirinya masa kekhalifahan
Abbasiyah, sistem sosial politiknya, masa kejayaan dan prestasi apa saja yang
pernah diraih serta apa saja penyebab runtuhnya daulah Abbasiyah.
1. Kelahiran
Daulah Abbasiyah
Masa Daulah
Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The
Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik
dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang
berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan
buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang
melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi
baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar
Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak,
karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar.
Menjelang tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi banyak kekacauan dalam
berbagai bidang kehidupan bernegara; terjadi kekeliruan-kekeliruan dan
kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para Khalifah dan para pembesar negara
lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran Islam,
termasuk salah satunya pengucilan yang dilakukan Bani Umaiyah terhadap kaum
mawali yang menyebabkan ketidak puasan dalam diri mereka dan akhirnya terjadi
banyak kerusuhan.

Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang merasa ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah Umayah. Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas dalam gerakan rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke dalam gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas kemudian memulai makar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas semua keluarga Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah.
Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan Umayah, yaitu Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, berhasil meloloskan diri ke daratan Spanyol. Tokoh inilah yang kemudian berhasil menyusun kembali kekuatan Bani Umayah di seberang lautan, yaitu di keamiran Cordova.
Pada awalnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai

Dalam
beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah
Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah, misalnya, para bangsawan
Daulah Abbasiyah cenderung hidup mewah dan bergelimang harta. Mereka gemar
memelihara budak belian serta istri peliharaan (hareem). Kehidupan lebih
cenderung pada kehidupan duniawi ketimbang mengembangkan nilai-nilai agama
Islam . Namun tidak dapat disangkal sebagian khalifah memiliki selera seni yang
tinggi serta taat beragama.
2.2 Menuju puncak keemasan

Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
- Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
- Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
- Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
- Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
- Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

Masa
pemerintahan Abu
al-Abbas, pendiri
dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan
oleh Abu Ja'far
al-Manshur (754-775
M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Untuk memperkuat kekuasaannya,
tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu
disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya
sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia
membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Abu Muslim
al-Khurasani
melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun
755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.


“
|
Innama
anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di
bumi-Nya)
|
”
|
Dengan
demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi
sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi
sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-Rasyiduun. Di samping itu, berbeda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah
memakai "gelar takhta", seperti al-Manshur, dan belakangan gelar
takhta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya.
Kalau
dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu
al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada
pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

Popularitas
daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan
puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak
dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah
sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat
paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum
juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa
inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara
terkuat dan tak tertandingi.
Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal
sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan
buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah
dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli (wa
laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Ia juga banyak mendirikan sekolah,
salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan
ilmu pengetahuan.

Dari
gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah
perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, ada pula ciri-ciri
menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat pada zaman Bani Umayyah.
Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
- Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
- Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.
Sebagaimana
diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi
pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya
berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya
sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya,
di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga
pendidikan terdiri dari dua tingkat:
- Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.
Lembaga-lembaga
ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya
perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah
universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat
membaca, menulis, dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu
mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini
sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi
yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu
pengetahuan. Di samping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh
dua hal, yaitu:
Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
- Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.


Aliran-aliran
sesat yang sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji'ah dan Mu'tazilah pun ada. Akan tetapi perkembangan
pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani
Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru
mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah
terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, aliran tradisional di bidang
teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak
sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari
sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang
sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat pada masa
Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan
transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.

Dalam
bidang optikal Abu Ali al-Hasan
ibn al-Haitsami,
yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang
menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut
teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke
mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam
seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan
mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa
al-Khawarizmi,
yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata aljabar berasal dari
judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah terkenal
nama al-Mas'udi. Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Di antara karyanya adalah Muuruj
al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.

Banyak
golongan pemikir lahir zaman ini, banyak di antara mereka bukan Islam dan bukan
Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam
menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam kepada masyarakat Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat
Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini
menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematika, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya
diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya.

2.3 Sistem
Politik, Pemerintahan dan Sosial
1. Sistem Politik dan
Pemerintahan
Khalifah pertama Bani Abbasiyah,
Abdul Abbas yang sekaligus dianggap sebagai pendiri Bani Abbas, menyebut
dirinya dengan julukan Al-Saffah yang berarti Sang Penumpah Darah. Sedangkan
Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar
pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai
system politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang
merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam masalah sosial ddan pilitik
diskriminas. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar ”Imam”, pemimpin
masyarakat muslim bertujuan untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan.
Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra
mahkota raja.


a) Ada
beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu
Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum mawalli.
Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum mawalli.
b) Kota
Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, ang menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa saja, termasuk
bangsa dan penganut agama lain.
c) Ilmu
pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang
harus dikembangkan.
d) Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.
3. Sistem Sosial
Pada masa ini, sistem sosial
adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umaiyah). Akan tetapi, pada
masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu
a) Tampilnya
kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam
kedudukan social
b) Kerajaan
Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
c) Perkawina
campur yang melahirkan darah campuran
d)
Terjadinya pertukaran pendapat,
sehingga muncul kebudayaan baru

2.4 Kejayaan
Daulah Abbasiyah
Masa
Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah
secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan
naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian
diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim
yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga
muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh
kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat.
Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga
menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam.
1. Gerakan
penerjemahan


Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yangberfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa harun ar-rasyid diganti nama menjadi Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa al-ma’mun ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagaitempatpenyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia danIndia. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.
2.
Dalam bidang filasafat
Pada masa
ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti
logika, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang lahir pada
masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina dan juga
Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.
3.
Perkembangan Ekonomi
Ekonomi
imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam
industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari
Samarkand, serta berbagai produk pertanian sepertigandum dari mesir dan kurma
dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai
wilayah kekuasaan Abbasiyahdan Negara lain.
Karena
industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung
lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang
dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
![]() |
Perdagangan
dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan
dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa
puncak kejayaan sehingga hubungan erdagangan antara keduanya menambah
semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
4.
Dalam bidang Keagamaan
Di bawah
kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan mulai dikembangkan. Dalam masa
inilah ilmu metode tafsir juga mulai berkembang, terutama dua metode
penafsiran, aitu tafsir bir ra’i dan tafsir bil ma’tsur .Dalam bidang hadits,
pada masa ini hanya merupakan penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan
para sahabat. Pada masa ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga
muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya.

2.5 Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Tak ada
gading ang tak retak. Mungkin pepatah inilah ang sangat pas untuk dijadikan
cermin atas kejayaan ang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah
begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun
akhirnya iapun mulai kaku dan akhirnya runtuh.
Menurut
beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu
A.
Faktor Internal
1. Mayoritas
kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan
melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.
2. Luasnya
wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah
sulit dilakukuan.
3.
Semakin kuatnya pengaruh keturunan
Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi
mereka.

4. Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka
sangat tinggi.
5. Permusuhan
antar kelompok suku dan kelompok agama.
6. Merajalelanya
korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
B. Faktor
Eksternal
1.
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan
menelan banyak korban.
2.
Penyerbuan
Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad.
3.
Jatuhnya Baghdad
oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan
Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.
![]() |

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pada mulanya
ibu kota negera adalah al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan
dan menjaga setabilitas Negara al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke
Bagdad. Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Abasiyah berada di
tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban
pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga
eksekutif dan yudikatif. Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya
berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya
sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di
awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga
ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya
perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir,
daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama dalam bidang politiknya,
dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah
abbasiyah.
3.2 Saran

3.3 Implikasi
Untuk para
pembaca, penulis menyarankan untuk lebih mempelajari tentang masa kemajuan
islam yaitu pada masa bani abbasiyah.
![]() |

■ Armstrong, Karen. 2002. Islam
: Sejarah Singkat. Yogyakarta : Penerbit Jendela
■ Hassan, Hassan Ibrahim.1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Yogyakarta.
■ Hasimy, A. 1993. Sejarah
Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang
■ Nizar, Samsul. 2007. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana
■ Sunanto, Musyifah. 2003.
Sejarah Islam Klasik. Jakarta : Kencana
■ Syalabi, A. 1983. Sejarah dan
Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta: Pustaka Alhusna.
![]() |
Langganan:
Postingan (Atom)